“Bukanlah
suatu dosa bagimu mencari karunia dari Rabb kalian. Maka apabil kalian
bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Dan
berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada
kalian; dan sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang
tidak tahu.” (QS. Al-Baqarah: 198).
Imam
Ahmad dan para penulis kitab Sunan meriwayatkan melalui sanad yang
shahih dari Ats-Tsauri, dari Bukair bin Atha’ bin Abdurrahman bin Ya’mar
Ad-Daili, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Haji
itu adalah wukuf di Arafah. Maka barangsiapa yang mendapatkan Arafah
sebelum fajar berarti dia telah mendapatkan haji. Hari-hari di Mina itu
ada tiga. Namun, siapa pun yang ingin mempercepat (di Mina) menjadi dua
hari, maka dia tidak berdosa. Dan siapa saja yang ingin berlama-lama,
dia juga tidak berdosa.”
Wukuf
di Arafah dimulai sejak zawal hingga terbitnya fajar kedua di hari
Nahar. Sebab, ketika Haji Wada’, Nabi melaksanakan wukuf sesudah
mengerjakan shalat Dzuhur hingga matahari tenggelam.
Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian mengerjakan manasik sepertiku.” Dalam hadits ini beliau juga bersabda, “Siapa saja yang berada di Arafah sebelum terbit fajar, niscaya telah mendapatkan haji.”
Ini
adalah pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi’i. Sementara
Imam Ahmad berpendapat bahwa wukuf itu dimulai dari awal hari Arafah.
Mereka
berhujjah dengan hadits riwahyat Asy-Sya’bi dari Urwah bin Mudhras bin
Haritsah bin Lam Ath-Thaiy’, dia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah
di Muzdalifah saat beliau keluar untuk mengerjakan shalat. Aku berkata,
‘Wahai Rasulullah, saya datang dari
Gunung Thayy’, saya telah membuat lelah tunggangan saya dan tubuh saya
penat. Demi Allah, tidaklah saya melintasi sebuah gunung melainkan saya
berhenti (wukuf) di atasnya, maka apakah saya telah berhaji?’ Rasulullah bersabda, “Siapa
saja yang menyaksikan shalat kami ini, lalu dia wukuf bersama kami
hingga kami selesai, dan dia pernah melakukan wukuf sebelum itu di
Arafah pada waktu malam atau siang hari, berarti telah sempurna haji dan
ibadahnya.” (HR. Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah).
Ada
yang berpendapat, dinamakan Arafah karena berdasarkan riwayat
Abdurrazaq, dia berkata, “Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku, dari
Ibnu Al-Musayyab bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, ‘Allah telah mengutus
Jibril menemui Ibrahim untuk melaksanakan ibadah haji beramanya. Ketika
tiba di Arafah, Ibrahim berkata, “Araftu” (aku telah tahu).’ Sebab dia pernah mendatanginya sebelum itu. Oleh karena itu, tempat ini kemudian dinamakan Arafah.”
Sementara
Ibnu Mubarak meriwayatkan dari Abdul Malik bin Abu Sulaiman dari Atha’,
dia berkata, “Dinamakan Arafah karena Jibril pernah memperlihatkan
manasik kepada Ibrahim. Ibrahim lalu berkata, ‘Araftu, araftu
(aku tela tahu).’ Sebab itulah dinamakan Arafah.” Riwayat yang sama
disampaikan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Ibnu Majlaz. Wallahu’alam.
Arafah disebut pula Masy’aril Haram, Al-Masy’ar Al-Aqsha, dan Ilal ala Wazn Hilal. Gunung yang terdapat di tengahnya disebut Jabal Rahmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar